Sabtu, 14 Januari 2012

makalah islam di filipina


BAB II
PEMBAHASAN

Negara Filipina terletak di bagian utara Indonesia mengalami pengalaman seperti yang di alami oleh Indonesia, intinya bahwa minoritas setempat mengajukan tuntunan-tuntunan, karena tidak puas dengan kebijaksanaan  yang di jalankan oleh pemerintah pusat[1]. Secara geografis wilayah filipina terbagi dalam dua wilayah kepulauan besar yaitu kepulauan Luzon di sebelah utara dan kepulauan Mindanao di sebelah selatan. Minoritas Muslim Filipina atau juga di kenal dengan sebutan Muslim moro, adalah komunitas Muslim yang mendiami kepulauan Mindanao-Sulu[2].
Islam masuk ke wilayah Filipina bagian selatan khususnya di kepuluan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380M. Orang pertama membawa islam ke pulau Sulu adalah tuan Mishaika yang di duga telah sampai di Sulu pada abad ke 13. Berikutnya yang datang menyebar islam di Sulu  adalah ulama’ Arab yang bernama Kamirul Makhdum pada separoh abad 14. Dia di terima dengan baik oleh komunitas muslim Buansa. Komunitas keagamaan yang di gerakkannya memperkuat tumbuhnya komunitas Islam yang di bentuk oleh pendahulunya[3].
Pada abad ke 15, penyebar Islam lainnya datang ke Sulu, yaitu Raja Baginda. Menurut catatan sejarah, Raja Baginda adalah seorang pangeran dari Minangkabau. Ketika ia baru sampai di pulau Sulu, masyarakat setempat bermaksud mengaramkan kapalnya, namun sikap mereka secara dramatis berubah ketika mereka tahu bahwa Raja Baginda seorang muslim.
Sumber lain mengungkapkan bahwa Raja Baginda tiba di kepulauan sulu setelah berhasil menyebarkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Barsilan. Atas hasil kerja kerasnya, Kabungsuwan Mangindanao, Raja terkenal dari Mangindanao memeluk Islam. Islam kemudian tersebar ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya.
Penyebaran Islam di Sulu dan Mindanao diyakini berasal dari para pedagang, guru-guru dan sufi keturunan Arab yang berlayar hingga ke Sulu dan Mindanao. Hampir sama dengan model penyebaran Islam di Indonesia. Mereka kemudian mengislamkan dan menikahi penduduk setempat.
Masjid pertama di Filipina tercatat berada di Tubig-Indangan di Pulau Simunul. Didirikan oleh Makhdum Karim alias Sharif Awliya, keturunan Arab, sekitar tahun 1380.
Berikutnya para musafir keturunan Arab secara berturut-turut membangun Kesultanan Sulu pada 1390, dan Kesultanan Maguindanao dan Buayan pada akhir abad ke-15.
Negara Filipina sebagaimana yang telah kita ketahui sekarang ini berasal dari daerah-daerah yang di persatukan oleh Sepanyol sebagai Negara jajahannya pada abad ke 16. Penjajahan Sepanyol itu paling berhasil dalam menancapkan kukunya di bagian Utara dan Tengah dari kepulauan itu, karena bagian-bagian itu pada umumnya di huni oleh orang-orang yang belum beragama, yang telah dapat di Kristenkan oleh pendeta-pendeta sepanyol, pada akhirnya mereka beragama Kristen Katolik[4].
Sedangkan di bagian Filipina selatan, yaitu di pulau Mindanao, sedangkan di pulau Sulu yang berdekatan dengannya, maka Agama Islamlah yang berkembang dari pusatnya di Indonesia. Karena di sana telah berdiri kerajaan-kerajaan yang beragama Islam.



Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase penjajahan
1.      Masa kolonial spanyol
Dalam sejarah, Filipina pernah dijajah oleh Spanyol dan Amerika. Islam sudah berkembang di Filipina ketika kolonial Spanyol datang menyerang Filipina pada tahun 1521. Kesultanan Sulu yang berdiri pada tahun 1450, sa’at itu sudah berumur 71 tahun. Jelas saja Islam menjadi sandaran dan acuan dalam melawan kolonial Spanyol.
Spanyol masuk ke Filipina dan menyerang dari arah selatan. Akibatnya sultan Manila jatuh ketangan Spanyol tahun 1570, sedangkan kesultanan Mindanao dan Sulu dapat mempertahankan wilayahnya[5]. Tentara Spanyol harus bertempur mati-matian, kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876 M). Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslim. walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total[6].
Masa kolonial Sepanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta ­mision-sacre (misi suci kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Tahun 1578 terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina itu sendiri dengan mengatas namakan “misi suci”. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai Moor (Moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidakbertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut.



2.      Masa Amerika Serikat
Sekalipun gagal menduduki mindanao dan sulu, Spanyol tetap menganggap wilayah tersebut adalah bagian dari wilayah yang di kuasainya. Secara tidak sah Sepanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika seharga seharga USS.20 juta pada tahun 1898[7].
Amerika datang ke Mindanao  dengan menampilkan diri ke Mindanao sebagia seorang sahabat baik dan dapat dipercaya. Ini lah karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini. Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civiliziing) rakyat Mindanao dan Sulu. Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak. Teofisto Guiingona, antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran. Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro. Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini kemudian di sempurnakan oleh orang-orang amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka[8]. Konsep penjajahan AS melalui koloni diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri[9]. 
Pasca-Kemerdekaan Hingga Sekarang
Kemerdekaan yang di dapatkan filipina (1946) dari Amerika sarikat ternyata tidak memiliki arti khusus baga bangsa moro. Hengkangnya AS dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (Pemerintah Filipina). Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika ferdinand marcos berkuasa (1965-1986). Di bandingkan dengan masa pemerintahan semua Presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling referesif bagi bangsa moro. Dalam masa kemerdekaan Filipina, muslim Moro sadar bahwa perjuangannya harus bersatu, tidak boleh bercerai-berai. Pembentukan Muslim Indevendent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa di lepaskan dari sikap politik Marcos[10].
Perkembangan berikutnya, MLF sebagai induk perjuangan bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF), pimpinan Nurulhaj Misuari, yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF), pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan[11].
Pada Desember 1976, atas bantuan libya, dan dibawah pengawasan Organisasi Konfernsi Islam (OKI), pejabat pemerintahan Filipina dan para pemimpin MNLF melakukan negosiasi tentang kependudukan dikenal dengan (perjanjian tripoli). Namun perjanjian tripoli tersebut tidak benar-benar dilaksanakan, akibatnya adalah bentrokan meletus lagi pada akhir 1977.
Di lain hal, pada tahun 1977, Undang-Undang Hukum Perdata Muslim Nasional, dengan satu pasal mengenai mufti, disahkan, meskipun tidak semua kantor peradilan dan wilayah syari'at memberlakukan undang-undang tersebut. Selanjutnya pada tahun 1981, sebuah Kementrian Urusan Islam (Office of Muslim Affairs) pertama dibentuk.
Dari kantor inilah diketahui, orang-orang Filipina banyak yang kembali memeluk Islam. Dalam bahasa Tagalog, bahasa Nasional Filipina, mereka disebut kaum 'Balik Islam'. Kebanyakan mereka tinggal di kepulauan Luzon. Dan berdasarkan data Office of Muslim Affairs itu, 6,599 juta orang lokal komunitas Islam di sana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam. Bahkan, sejak peristiwa 11 September yang menyerang Amerika Serikat, jumlah tersebut kian meningkat. Banyak orang-orang Balik Islam yang kembali memeluk Islam setelah mengkaji lagi ajaran Islam. Terlebih bagi orang Filipina yang memiliki keterkaitan sejarah yang panjang dengan dunia Islam.
Perlawanan Islam memasuki masa suram di tandai dengan konflik internal, termasuk membentuk MILF dan melemahnya dukungan masyarakat. Sampai awal 1980-an, gerakan perlawanan perlahan-lahan merubah gerakannya menjadi gerakan massa yang hampir tidak bersenjata.
Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis, pimpinan Dimas Pundato (1981). Dan kelompok Abu Sayyaf, pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993) Tentu saja perpecahan ini lagi-lagi memperlemah perjuangan bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi mereka.
Pada tahun 1987, MNLF menandatangani perjanjian usaha kemerdekaan bagi daerah-daerah muslim yang menerima tawaran otonomi dari pemerintah. MILF menolak menerima persetujuan, MNLF dan pemerintah tetap melanjutkan tentang ajuan otonomi wilayah sepanjang tahun 1987 tetapi akhirnya terhenti oleh waktu. MNLF secara resmi melanjutkan pemberontakan pada februari 1988 tetapi hanya sedikit konflik yang meletus.
Pemerintah sementara itu melaksanakan rencananya memberikan otonomi bagi muslim tanpa kerja sama dengan MNLF dalam pemilihan suara pada 1989, hanya empat yang menerima otonomi dari pemerintahan dan di sahkan pada 6 Nopember 1990[12].
Pada tahun 1996 MNLF menandatangani perjanjian kerjasama dengan pemerintah Fidel Ramos. Sebagai kelanjutan dari perjanjian pada tahun 1996 MNLF mulai memasiki wilayah politik sipil dalam perjanjian damai ada dua pemerintah baru di bentuk yaitu: Special Zone of Face and Devloment (SZOPAD), terdiri 14 dari 28 propinsi  di mindanao. Dan Southen Philippines Council For Peace and Develoment (SPCPD) yang di bentuk untuk mengelola upaya-upaya perdamaian dan pembangunan dalam wilayah SZOPAD.
Kelompok MILF dan Abu Sayyaf menentang damai tahun 1996, tujuan MILF adalah menginginkan kesempatan yang lebih leluasa untuk memberlakukan syari’at Islam dan menuntut pemerintah Filipina memperhatikan masalah pembagian tanah. Dan tujuan utama gerakan abu sayyaf  adalah untuk mendirikan negara Islam berdasarkan hukum syari’ah di Filipina selatan, gerakan Abu Sayyaf terlibat dalam rentetan aksi  kekerasan termasuk pengeboman dan penculikan yang terjadi pada tahun 2001[13].
Pada pertengahan tahun 2006, kaum muslim moro yang di wakili oleh MILF kembali melakukan perundingan damai dengan pemerintahan Filipina, kali ini pemerintah malaysia yang bertindak sebagai mediator dalam pembicaraan damai tersebut. Mayoritas bangsa moro mendukung proses damai ini yang di harapkan akanmenghentikan segala bentuk perlawanan senjata maupun aksi teroris di Mindanao.
Kesepakatan itu menetapkan wilayah mindanao akan menjadi bagian dari  wilayah muslim dan pemerintahannya akan di kendalaikan oleh orang muslim juga, pemerintah Filipina akan memberikan otoritas penuh bagi warga muslim untuk mengelola bank sendiri, mengatur sistem pendidikan sendiri, termasuk membentuk sistem keamanan sendiri. Namun kesepakatan kembali mengalami kegagalan karena ribuan pengunjuk rasa non muslim menentang penandatanganan itu.
Kesepakatan pemerintah dengan MILF pada akhirnya di batalkan dan dinyatakan illegal oleh mahkamah agung Filipina. Dengan batalnya perjanjian ini maka perperangan terjadi lagi antara MILF dengan orang-orang kristen, yang menewaskan sejumlah penduduk sipil. Lebih dari 300 warga muslim yang tewas karena serangan tentara Filipina, agustus 2008 sampai awal jauari 2009.
Nampaknya perdamaian antar muslim dan non muslim masih akan sulit tercapai apabila apabila kedua belah pihak tidak mau bertarik ulur, sebagian lain warga Filipina menganggap bahwa warga muslim moro identik dengan terorisme. 
Demikianlah kondisi terakhir Islam di Filipina. Walaupun sekarang muslim Filipina hanya menempati posisi penduduk kelas dua, namun usaha untuk merajut kembali sejarah yang pernah terkoyak masih terus berlanjut. Terutama sekali, upaya membangun kehidupan sosio-ekonomi orang-orang Moro agar lebih baik dari hari kemarin.




[1]  A. rahman Zainuddin, Sejarah minoritas muslim di filipina, thailand dan myanmar, 30
[2] Dr. Helmiati, M. Ag, dinamika islam asia tenggara, hlm 215
[3]  Ibid. hlm 216
[4] A. rahman Zainuddin, Sejarah minoritas muslim di filipina, thailand dan myanmar, lop cit
[5]  Dr. Helmiati, M. Ag, op cit,hlm 218
[6]  sejarah-islam-di-filipina cintailmoe.wordpress.com
[7]  Dr. Helmiati, M. Ag, op cit,hlm 220
[8]  sejarah-islam-di-filipina cintailmoe.wordpress.com
[9]  majalah-alkisah.com/index.php?...id...islam...
[10]  Dr. Helmiati, M. Ag, op cit,hlm 223
[11]  ibid
[12]  Moeflich hasbullah, asia tenggara konsentrasi baru kebangkitan islam, fokus media. hlm 239
[13]  Ibid. hlm 241